Medan – Kepala Puskesmas (Kapus) Sambirejo berinisial DS dan pengacaranya M, telah berupaya membungkam jurnalis. Hal ini pun menjadi perhatian publik, usai upaya suap yang mereka lakukan. Praktik pungutan liar (pungli) yang hendak ditutupi, kini malah makin mencuat.
Terkait hal ini, praktisi hukum Redyanto Sidi SH MH memberikan kritikan tajam. Ia menilai, upaya-upaya memmbungkam pers dapat mencederai demokrasi. Sarannya, hal ini semestinya dilaporkan ke ranah hukum.
“Saya kira adanya upaya tersebut dapat dilaporkan, agar jelas duduk perkaranya. Serta dapat diungkap peristiwa terkait dugaan tersebut,” ketus Kaprodi Magister Hukum Kesehatan UNPAB ini, Senin (15/4/2025) sore.
Kepastian Hukum
Terkait dugaan pungli di Puskesmas Sambirejo, Redyanto juga memberikan komentar yang sama. Dugaan peristiwa yang meresahkan nakes ini, juga dapat dilaporkan, agar dilakukan penyelidikan. Sehingga hal ini mendapat kepastian hukum.
Diberitakan sebelumnya, pungli di Puskesmas Sambirejo terus bergulir. Pimpinan di fasilitas kesehatan ini pun mengutus pengacaranya untuk berupaya membungkam awak media. Dengan menyodorkan sejumlah uang, oknum utusan pun meminta agar berita tersebut dihapus.
Kamis (10/4/2025) malam, oknum pengacara berinisial M menemui awak media ini di sebuah caffe di Stabat. Tak berselan lama berbincang, orang utusan Kapus Sambirejo berinisial DS ini pun menyodorkan sejumlah uang.
Membungkam Jurnalis
Awalnya, awak media ini sempat menolak dan mempertanyakan asal usul uang tersebut. Namun setelah uang senilai Rp1 juta itu diselipkan ke telapak tangan kuli tinta tersebut, M kemudian menyampaikan maksud dan tujuannya.
“Ini ada rezeki untuk abang. Tadi dia (DS) makan mie sop sama istri saya. Dia cerita terkait pemberitaan Puskesmas Sambirejo. Dia kawan dekat istri saya, jadi saya nyampaikan amanah ini. Tolong jangan dilanjutkan lagi beritanya,” tutur M saat itu.
Tak hanya itu, M kemudian dengan gamblang meminta awak media untuk menghapus (take down) berita tersebut. Tapi ditolak dengan tegas. Diamana, untuk menghapus ataupun merevisi pemberitaan adalah wewenang redaksi di masing-masing media.
Ironisnya, setelah awak media berupaya untuk mengembalikan uang tersebut, esok harinya pihak Puskesmas malah menyebutkan kalau informasi tersebut adalah berita HOAX alias bohong. Melalui pengacaranya, DS kemudian menerbitkan rilis berita sebagai klarifikasi.
Dalam rilis tersebut, M malah menuding adanya oknum dokter sebagai narasumber terkait pemberitaan tersebut. Malah, M menyebutkan akan melaporkan oknum dokter yang menyebarkan berita tersebut via pesan WhatApp. Dalihnya, berita yang disebarkan itu adalah HOAX dan telah mencemarkan nama baik Puskesmas Sambirejo, Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan Kapus berinisial DS.
Berita Bohong
“Pasalnya Menyebarkan berita bohong ke grup WhatsApp dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU ITE. Selain itu, penyebaran berita bohong juga dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan KUHP,” kata M dalam rilil tersebut.
Lebih lanjut dikatakannya, pemberitaan tersebut merupakan pemberitaan HOAX. Sebab pada berita tidak dijelaskan siapa korban pungli yang dimaksud.
“Ini kan aneh tidak ada korban dan tidak ada bukti tiba-tiba dibilang ada pungli bahwa klain kami dituduh telah lama melakukan berbagai aktivitas pungli yang dilakukan kepada pegawai Puskesmas Sambirejo,” lanjut M.
Terpisah, nakes di Puskesmas Sambirejo, Kabupaten Langkat kian resah. Mereka merasa seperti dijadikan sapi perah. Pimpinan di fasilitas kesehatan ini, disebut-sebut kerap mengutus juru kutip untuk memungut ‘upeti’ dari penghasilan pegawai di sana.
Hal ini seperti yang disampaikan petugas kesehatan di sana. Setiap pencairan gaji maupun honor lainnya, utusan Kapus Sambirejo berinisial DS pun keliling mencari mangsa.
Pungutan Liar
“Untuk kehadiran atau absensi, kami dipungut Rp150 ribu perbulan untuk tiap pegawai. Honor JKN kami juga dipotong sebesar 5% setipa bulannya. Juru kutip untuk BPJS dia (Kapus) mengutus DM,” ketus narasumber, Kamis (10/4/2025) pagi, sembar meminta hak tolaknya.
Tak hanya itu, honor Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) juga dipungut sebesar Rp75 ribu tiap bulannya. Penandatanganan laporan TPP per 3 bulan juga dipungut sebesar Rp50 ribu tiap pegawai.
“Honor BPJS Prolanis dan kelas ibu hamil untuk semua honornya tak ada satupun petugas atau dokternya yang menerima uangnya. Kalau untuk pungutan absensi dan TPP kapus mengutus SS untuk melakukan pungutan. Keliling lah, tiap pegawai dimintai,” ujar narasumber dengan nada kesal.
Mereka meminta, agar aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak. Para nakes juga berharap, agar Bupati Langkat memberi perhatian serius terkait persoalan ini.
Terkait uang yang diberikan M dari DS yang diserahkan kepada awak media ini untuk menghentikan pemberitaan, oknum Kapus mengarahkan agar dieserahkan kepada pengacaranya. “Sama pak Dimas aja ya bg,” ketusnya singkat, Minggu (13/4/2025) siang. (Ahmad)