MEDAN — Direktur Eksekutif Sumut Foundation, Andi Sirait, meminta publik untuk tidak terburu-buru menyalahkan pihak kontraktor maupun pejabat pengawas proyek terkait insiden kecelakaan kerja di proyek Preservasi Jalan Bts. Kota Rantau Prapat – Bts. Provinsi Riau (SBSN TA. 2025) yang dikerjakan oleh PT. Ayu Septa Perdana.
Menurutnya, berdasarkan informasi awal di lapangan, penyebab utama kecelakaan adalah sopir truk yang diduga mengantuk dan hilang kendali, sehingga menabrak pekerja proyek yang sedang bertugas.
“Perlu diluruskan bahwa kecelakaan tersebut bukan akibat kelalaian sistem K3 atau ketiadaan rambu. Berdasarkan keterangan saksi di lapangan, truk yang melintas justru keluar jalur dan menabrak pekerja karena sopirnya diduga mengantuk berat. Jadi ini murni kesalahan pengemudi truk, bukan pihak pelaksana proyek,” jelas Andi Sirait, Kamis (16/10).
Andi menegaskan, dari hasil pengecekan di lokasi, rambu-rambu keselamatan dan lampu penerangan telah terpasang, dan seluruh pekerja juga menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar K3. Artinya, pihak kontraktor telah memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Permen PUPR No. 05/PRT/M/2014 tentang SMK3 Konstruksi.
“Tidak adil kalau PT. Ayu Septa Perdana langsung dituding lalai. Semua kelengkapan K3 sudah dipenuhi. Justru yang harus diperiksa terlebih dahulu adalah sopir truk yang menabrak pekerja, karena indikasi awal menunjukkan ia melanggar aturan lalu lintas dengan tetap memaksakan diri mengemudi dalam kondisi tidak fit,” tegas Andi.
Lebih lanjut, Andi mengingatkan bahwa UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan tegas mengatur tanggung jawab pengemudi atas kecelakaan akibat kelalaian pribadi. Dalam hal ini, pasal 310 ayat (1) dan (4) UU LLAJ menyebutkan bahwa setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas hingga mengakibatkan korban jiwa dapat dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun.
“Jika benar sopir truk tersebut mengantuk dan tetap memaksakan diri berkendara, maka itu termasuk kelalaian pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 310 UU LLAJ. Maka langkah yang paling tepat adalah pemeriksaan terhadap sopir dan pemilik kendaraan, bukan langsung menyalahkan kontraktor yang justru menjadi korban dari insiden tersebut,” terang Andi.
Sumut Foundation menilai bahwa pemberitaan yang langsung menuding PT. Ayu Septa Perdana lalai dalam K3 adalah tidak berdasar dan tidak sesuai fakta lapangan. Padahal perusahaan tersebut selama ini dikenal memiliki reputasi baik dan selalu memenuhi standar pengamanan kerja sesuai peraturan pemerintah.
“Kami telah memantau PT. Ayu Septa Perdana di beberapa proyek infrastruktur, dan sejauh ini perusahaan itu dikenal profesional, disiplin administrasi, dan patuh regulasi. Tidak ada alasan untuk menuduh mereka abai tanpa hasil investigasi resmi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Andi Sirait mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, untuk memeriksa sopir truk dan pihak perusahaan angkutan terlebih dahulu, serta memastikan kronologi insiden secara utuh sebelum mengambil kesimpulan hukum.
“Kita harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Jangan ada pihak yang dikorbankan hanya karena tekanan opini publik. Biarkan aparat bekerja berdasarkan fakta dan hasil penyelidikan ilmiah di lapangan,” ujarnya.
Sumut Foundation juga berharap kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak agar memperketat pengawasan lalu lintas di sekitar lokasi proyek, terutama pada jam-jam rawan dini hari.
“Pihak proyek sudah menjalankan kewajiban K3, namun kalau ada pengguna jalan yang lalai dan melanggar aturan, itu harus ditindak tegas. Semua pihak perlu introspeksi agar keselamatan kerja dan lalu lintas lebih terjamin,” tutup Andi Sirait. (Red)